Minggu, 21 Maret 2010

KODE ETIK KONSELING SECARA UMUM

KODE ETIK SECARA UMUM

Kode etik adalah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh siapa saja yang berkecimbung dalam bidang bimbingan dan konseling demi untuk kebaikan (Bimo Walgito, 2005, 36). Bimo Walgito dalam bukunya Bimbingan dan Konseling, mengemukakan beberapa kode etik dalam bimbingan dan konseling.

1. Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan konseling harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan konseling.

2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau kewenangannya. Karena itu pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang serta tanggung jawab yang bukan wewenang serta tanggung jawabnya.

3. Oleh karena itu pekerjaan pembimbing berhubungan langsung dengan kehidupan pribadi orang maka seorang pembimbing harus:

a. Dapat memegang atau memegang rahasia klien dengan sebaik-baiknya.

b. Menunjukkan sikap hormat kepada klien.

c. Menghargai sama terhadap bermacam-macam klien. Jadi didalam menghadapi klien pembimbing harus menghadapi klien dalam derajat yang sama.

4. Pembimbing tidak diperkenankan:

a. Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.

b. Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggung-jawabkan.

c. Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin akan menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi klien.

d. Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien.

5. Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain di luar kemampuan atau di luar keahliannya ataupun di luar keahlian stafnya yangdiperlukan dalam bimbingan konseling.

6. Pembimbing haruslah menyadari akan tanggung jawabnya yang berat memerlukan pengabdian sepenuhnya.

Kode etik sangat membantu dalam menghadapi dilema etik dlam konseling, namun masih ada ambiguitas. Disini akan dipaparkan pernyataan soal kerahasiaan yang diambil dari kode etik BAC/BACP dan AACD. Panduan kerahasiaan dari tiga kode etik (John McLEOD, 2008, 435): British Association for Counseling (BAC/1984)

1. Konselor akan memperlakukan informasi pribadi klien dengan penuh kerahasiaan, baik itu yang didapat secara langsung maupun tidak langsung melalui penyimpulan. Termasuk dalam informasi tersebut adalah nama, alamat, detail riwayat hidup, dan deskripsi lain kahidupan dan kondisi klien yang dapat menghasilkan identfikasi klien.

2. Maksud kalimat “memperlakukan dengan penuh kerahasiaan” adalah tidak mengungkapkan informasi yang disebutkan diatas kepada orang lain atau melalui medium publik apapun, kecuali kepada pihak yang mewajibkan konselor memberikan laporan pertanggung-jawaban atas kerjanya (dalam kasus mereka yang bekerja dalam setting agensi atau organisasi) atau kepada mereka yang menjadi tempat konselor menyandarkan dukungan dan pengawasan.

3. Terlepas dari poin diatas, apabila konseling yakin bahwa klien dapat membahayakan orang orang lain, mereka akan memberitahukan kepada klien bahwa mereka dapat membatalkan kerahasiaan tersebut dan mengambil tindakan yang sesuai untuk memperingatkan seseorang atau pihak yang berwenang.

4. Informasi tentang klien tertentu hanya dapat digunakan untuk dipublikasikan dalam jurnal yang tepat atau sesuai dengan izin klien dan dengan tidak menyebutkan nama tertentu.

5. Diskusi konselor berkenaan dengan klien tertentu dengan kolega profesionalnya harus memiliki tujuan dan tidak sekadar berbincang-bincang.

British Association for Counseling and Psychotherapy (BACP/2001)

1. Praktek konseling bergantung pada kepercayaan klien yang didapatkan dan dihargai. Menghargai kepercayaan mensyaratkan:

a. Memperhatian kualitas aktivitas mendengarkan dan penghargaan ditawarkan kepada klien.

b. Cara berkomunikasi dengan sopan yang jelas serta tepat secara kultural.

c. Menghormati privasi dan harga diri.

d. Sangat memperhatikan izin dan kerahasiaan klien.

2. Situasi di mana klien menghadirkan resiko yang membahayakan mereka sendiri atau orang lain merupakan situasi yang sangat menantang bagi praktisi. Terdapat beberapa situasi di mana praktisi harus waspada pada kemungkinan konflik pertanggung-jawaban antara yang berkenaan dengan klien mereka, orang lain yang mungkin akan sangat berpengaruh, dan masyarakat secara umum. Tanggung-jawab memecahkan konflik menuntut perhatian terrhadap konteks dimana pelayanan tersebut diberikan. Dalam setiap kasus, tujuannya harus meyakinkan klien kualitas perhatian yang baik, yang memberikan penghargaan terhadap kemampuan klien menentukan sendiri ketika situasi mengizinkan.

3. Menghargai kerahasiaan klien merupakan pesyaratan mendasar untuk menjaga kepercayaan. Manajemen kerahasiaan profesional memberikan perhatian kepada perlingungan terhadap pengidetifikasian personal dan informasi sensitif dari penyingkapan tanpa izin. Penyingkapan dapat dilakukan dengan izin klien atau hukum. Tiap penyngkapan dilakukan dengan cara yang memberikan perlindungan yang terbaik terhadap kepercayaan klien. Praktisi harus menjadi accountable bagi klien dan profesi mereka berkenaan dengan manajemen kerahasiaan secara umum dan secara khusus bagi tiap penyingkapan yang dilakukan tanpa izin klien.

4. Harus ada izin dari klien apabila mereka akan diamati, direkam, atau apabila penyingkapan pengidentifikasian personal mereka dipergunakan untuk tujuan latihan.

American Association for Counseling and Development (AACD/1988)

1. Anggota menyediakan dukungan untuk mempertahankan kerahasiaan tersebut dalam tempat penyimpanan dan membuang rekaman serta mengikuti kebijakan yang telah ada berkenaan dengan penggunaan rekaman dan pelenyapannya. Karena itu, hubungan konseling dan informasi yang dihasilkannya harus tetap rahasia, konsisten dengan kewajiban anggota sebagai seorang profesional. Dalam situasi konseling kelompok, konselor harus menetapkan norma kerahasiaan yang berkaitan dengan pengungkapan terhadap anggota kelompok tersebut.

2. Apabila seseorang telah menjalin hubungan konseling dengan profesional lain, anggota tidak diperkenankan menjalin hubungan konseling tanpa menghubungan dan menerima persetujuan dari orang tersebut. Apabila anggota asosiasi mendapat klien berada dalam hubungan konseling lain setelah hubungan konseling (dengan dirinya) dimulai, anggota harus mendapat izin dari profesional tersebut atau mengakhiri hubungan konseling, kecuali jika klien memilih untuk mengakhiri hubungan konseling lain tersebut.

3. Ketika klien mengindikasikan dengan jelas bahaya besar terhadap klien atau orang lain, anggota assosiasi harus mengambil tindakan personal yang rasional atau menginformasikan pihak yang berwenang. Konsultasi dengan profesional lain harus dilakukan jika memungkinkan. Asumsi tanggung jawab terhadap prilaku klien hanya dapat diambil setelah pertimbangan yang dalam Klien harus dilibatkan untuk bertanggung jawab secepat mungkin.

4. Rekaman hubugan konseling termasuk catatan wawancara, data tes, korespondensi, rekaman kaset, penyimpangan data elektronik, dan dokumen lain harus dianggap sebagai informasi profesional dengan peruntukan penggunaan dalam konseling, dan mereka tidak dapat dianggap sebagai bagian dari rekaman institusi atau agensi yang mempekerjakan konselor kecuali ditetapkan oleh hukum atau aturan negara. Pengungkapan materi konseling lain hanya diperkenankan berdasarkan pernyataan langsung dari klien.

5. Dari sudut pandang luasnya penyimpangan data dan kapasitas pemrosesan komputer, anggota asosiasi harus meyakinkan bahwa data yang ada dalam komputer:

a. Terbatas pada informasi yang sesuai dan dibutuhkan untuk pelayanan yang diberikan.

b. Dihancurkan apabila informasi tersebut sudah tidak lagi bernilai bagi pelayanan yang diberikan.

c. Terbatas aksesnya kepada anggota staf yang mendukung pelayanan tersebut dengan menggunakan metode keamanan komputer terbaik yang tersedia pada saat itu.

6. Penggunaan data yang bersumber dari hubungan konseling untuk tujuan pendidikan konselor atau riset harus dibatasi pada materi yang dapat disamarkan untuk memastikan perlindungan penuh terhadap identitas klien yang menjadi subjek.

Sebagai rambu-rambu pokok dalam pelaksanaan layanan konseling. Munro, Manthei & Small (alih bahasa oleh Erman Amti, 1979:11) mengemukakan bahwa ada tiga dasar etika konseling yaitu kerahasiaan, keterbukaan dan pengambilan keputusan oleh klien sendiri. Mengenai asas kerahasiaan menekankan bahwa segenap rahasia pribadi klien menjadi tanggung jawab konselor untuk merahasiakannya dari siapapun juga. Keyakinan klien bahwa adanya perlindungan terhadap kerahasiaan diri dan segala hal yang diungkapkan menjadi jaminan untuk suksesnya layanan konseling perorangan. Kesukarelaan klien menjalani proses konseling perorangan merupakan hasil dari terjaminnya kerahasiaan klien. Kesukarelaan klien dalam konseling harus terus dipupuk dan dikuatkan. Pada akhirnya, konselor harus membiarkan klien memutuskan sendiri hal-hal yang menjadi keputusannya. Asas keputusan diambil oleh klien sendiri menunjang kemandirian klien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar