Selasa, 27 April 2010

persepsi masyarakat tentang gangguan jiwa

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG GANGGUAN JIWA
Kesehatan adalah sesuatu yang berharga bagi seluruh makhluk hidup di dunia karena tanpa kesehatan, mereka tidak akan dapat menjalani kegiatan hidupnya dengan optimal. Menurut undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 yang dimaksud dengan “kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Atas dasar definisi Kesehatan tersebut di atas, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik), dari unsur "badan"(organobiologik), "jiwa" (psiko-edukatif) dan “sosial” (sosio-kultural), yang tidak dititik beratkan pada “penyakit” tetapi pada kualitas hidup yang terdiri dan "kesejahteraan" dan “produktivitas sosial ekonomi”. Dalam definisi tersebut juga tersirat bahwa "Kesehatan Jiwa" merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari "Kesehatan" dan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh. Sedangkan menurut undang-undang No 3 Tahun 1966 yang dimaksud dengan "Kesehatan Jiwa" adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai unsur kesehatan, yang dalam penjelasannya disebutkan bahwa "kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain". Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) danmemperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Dengan kata lain kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain. Terjadinya gangguan atau ketidakseimbangan terhadap kesehatan jiwa sering disebut sebagai gangguan jiwa. Gangguan jiwa atau penyakit jiwa sering diidentikan dengan “gila: oleh masyarakat awam. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas mengenai persepsi masyarakat awam yang salah mengenai gangguan jiwa yang sering disamakan dengan penyakit gila.

Definisi kesehatan menurut UU Pokok Kesehatan RI (1960) adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, mental, dan sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Sedangakan menurut UU No. 23 Thn. 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.Kesehatan jiwa adalah suatu keadaan yang memungkinkan untuk terjadinya perkembangan fisik, intelektual, dan emosional individu secara optimal, sejauh perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan optimal individu-individu lain. Seseorang yang sehat mental menurut WHO memiliki ciri-ciri mampu menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan, memperoleh kepuasan dalam usaha atau perjuangan hidup, lebih puas memberi daripada menerima, bebas dari kecemasan atau ketegangan, berhubungan dengan orang lain dengan saling tolong menolong, menerima kekecewaan dan kegagalan sebagai pelajaran, mengarahkan rasa bermusuhan menjadi penyelesaian yang kreatif dan konstruktif, mempunyai rasa kasih sayang yang besar. Seseorang yang mengalami ketidakseimbangan dalam kesehatan jiwanya digolongkan dalam kategori terjadinya gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), disabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatnya resiko kematian, kesakitan, dan disabilitas.

Secara umum, gangguan jiwa dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok besar meliputi:

1. Psikotik – Organik (misal Delirium, Dementia, dll)

2. Psikotik – Organik (misal Delirium, Dementia, dll)

3. Non Psikotik atau neurotic (misal Gg. Cemas, Gg. Somatoform, Gg. Psikoseksual, Gg. Kepribadian, dll)

gangguan jiwa psikotik adalah semua kondisi yang memberi indikasi terdapatnya hendaya berat dalam kemampuan daya nilai realitas, sehingga terjadi salah menilai persepsi dan pikirannya, dan salah dalam menyimpulkan dunia luar, kemudian diikuti dengan adanya waham, halusinasi, atau perilaku yang kacau. Sedangkan, gangguan jiwa neurotik adalah gangguan jiwa non psikotik yang kronis dan rekuren, yang ditandai terutama oleh kecemasan, yang dialami atau dipersepsikan secara langsung, atau diubah melalui mekanisme pertahanan/pembelaan menjadi sebuah gejala, seperti : obsesi, kompulsi, fobia, disfungsi seksual, dll. (Abidin :htpp://abidinblog.blogspot.com).

Berikut merupakan data-data mengenai gangguan kesehatan yang terkait dengan gangguan jiwa yang diperoleh dari berbagai sumber:

1. “Satu dari lima penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa dan mental. Artinya 264 per 1000 anggota rumah tangga di Indonesia menderita gagguan jiwa mulai yang ringan hingga yang berat,” kata Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. Akibatnya pemerintah harus menyediakan obat dan konsultasi bagi penderitanya di Puskesmas. Prevalensi 100 per 1000 anggota rumah tangga adalah prevalensi yang cukup tinggi sehingga merupakan masalah kesehatan yang cukup serius. (Media Indonesia, 5 April 2001)
2. Angka gangguan kesehatan jiwa di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Menurut Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial dalam setiap rumah tangga paling tidak ada satu orang yang mengalami gangguan kesehatan jiwa dan membutuhkan pelayanan kesehatan jiwa. Ini berdasarkan hasil Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) yang dilakukan pada penduduk di 11 kotamadya oleh Jaringan Epidemiologi Psikiatri Indonesia tahun 1995 di mana ditemukan 185 per 1000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan jiwa. (Republika, 5 April 2001)
3. Krisis ekonomi yang tak kunjung usai di Indonesia ternyata meninggalkan kisah sedih, yaitu meningkatnya jumlah penderita gangguan jiwa, terutama jenis anxietas (gangguan kecemasan) dan baru 8% yang mendapatkan pengobatan memadai. Masalah gangguan jiwa ini ternyata terjadi di hampir seluruh negara di dunia. “Saat ini sekitar 400 juta orang, sehingga WHO memandang perlu mengangkat masalah gangguan jiwa sebagai tema peringatan Hari Kesehatan Sedunia kali ini,” kata Menkes dan Kesos. Ada 5 jenis gangguan jiwa yang diangkat sebagai isu global WHO yaitu: skizofrenia, alzheimer, epilepsi, keterbelakangan mental dan ketergantungan alkohol. (Suara Karya, 6 April 2001)
4. Masalah kesehatan jiwa bukan soal sepele, diperkirakan satu dari empat orang Indonesia menderita gangguan jiwa. Itu sebabnya sekarang ada paradigma baru, menggeser pengobatan gangguan jiwa dari basis rumah sakit ke basis komunitas atau basis rawat inap menjadi rawat jalan, demikian diungkapkan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Prof. Dr. Azrul Azwar, MPH. Dengan pergeseran paradigma dari basis rumah sakit ke basis komunitas, masyarakat diberdayakan untuk ikut mengobati penderita gangguan jiwa. Pelayanan kesehatan jiwa juga bukan hanya berada di rumah-rumah sakit namun disediakan pula di Puskesmas. (Neraca, 10 April 2001)
5. Di Indonesia jumlah penderita penyakit jiwa berat sudah memprihatinkan, yaitu 6 juta orang atau sekitar 2,5 % dari total penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut ternyata hanya 8,3% penderita yang bersedia berobat, sebagian besar lainnya enggan dan sebagian besar lainnya lagi tidak punya biaya. Sayangnya, pemerintah justru seolah tidak menaruh perhatian pada penyakit ini. Pemerintah seolah lepas tangan terhadap para penderita penyakit ini. (Kompas, 19 April 2001)
6. Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial mengakui Depkes dan Kesos masih memfokuskan program pada kesehatan fisik, sedangkan kesehatan jiwa terabaikan. Padahal Indonesia sedang berupaya memperbaiki kondisi sumber daya manusia agar mutunya dapat ditingkatkan. Tenaga kesehatan selama ini lebih memberi perhatian pada persalinan yang aman, pencegahan tetanus, imunisasi, program ibu menyusui, pemberian gizi yang seimbang, dan sebagainya. Dengan program seperti ini diharapkan bayi akan mampu hidup dan sehat, sementara perkembangan psikososialnya bisa terbentuk secara alamiah. (Media Indonesia, 26 April 2001)
7. Jumlah dokter spesialis saraf Jawa Barat masih sangat minim. Saat ini seorang dokter spesialis saraf harus melayani sekitar 1,2 juta orang. Padahal idealnya harus berrasio 1 berbanding 100.000 orang, demikian dikatakan dr. H. Thamrin Sjamsudin SpSK, Ketua Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Dikatakan Jawa Barat sekarang hanya memiliki 36 dokter spesialis saraf. Dari jumlah tersebut sekitar 35% berdomisili di Bandung. Jika penduduk Jabar sebanyak 42 juta orang, maka satu dokter spesialis saraf di perkotaan melayani 1,2 juta orang. Sedangkan satu dokter spesialis di kabupaten melayani 3 juta orang. Sementara Indonesia mempunyai target satu dokter spesialis saraf dapat melayani 500 orang. (Pikiran Rakyat, 1 Mei 2001)
8. Penderita gangguan jiwa ditengarai meningkat. Di Rumah Sakit Jiwa Malang jumlah pasien meningkat 6% tiap tahun, dari peringkat kesebelas ke urutan kedua. Angka yang cenderung meninggi ini dipresentasikan dr. Gregorius Pandu Setiawan, Direktur Rumah Sakit Jiwa Lawang dalam Konferensi Nasional Kesehatan Jiwa. Survei tentang penderita gangguan jiwa tercatat 44,6 per 1.000 penduduk di Indonesia menderita gangguan jiwa berat seperti skizofrenia. Angka rasio ini melebihi batas yang ditetapkan WHO, yang cuma 1 – 3 per mil penduduk. Padahal, data tahun 1980-an, penderita skizofrenia di Indonesia hanya 1 – 2 tiap 1.000 penduduk. (Gatra, 5 Mei 2001)
9. Sebanyak 0,1% dari 16 juta jiwa penduduk Jabotabek mengidap penyakit gangguan mental dan geriatrik, sedangkan korban narkoba mencapai 16.000 orang. Hal itu diungkap dr. Yul Iskandar, PhD, salah seorang pengurus Yayasan Dharma Graha yang menangani penanggulangan Gangguan Mental, Geriatrik dan Narkoba. Dalam hal ini dibutuhkan rumah sakit terpadu yang tidak hanya melayani gangguan mental dan geriatrik saja tetapi juga korban narkoba. (Neraca, 2 Juni 2001)

Dalam pandangan masyarakat luas, terkadang gangguan jiwa atau penyakit jiwa sering diidentikan dengan “gila”. Mindset yang keliru turun menurun di masyarakat. Akibatnya masyarakat acapkali memandang sebelah mata para dokter spesialis jiwa karena menurut mereka kaum dokter ini adalah mereka yang dianggap sebagai profesi yang membuang waktu karena menangani orang yang “gila”. Menurut sumber, yang termasuk penyakit jiwa itu sangat banyak, berdasar buku pegangan untuk diagnosa bagi dokter spesialis jiwa Indonesia yaitu Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ), penyakit jiwa dibagi dalam 10 kelompok besar yang masing-masing kelompok terdiri atas begitu banyak jenis gangguan jiwa. Jadi jangan heran jika penyakit seperti berikut termasuk diurusi spesialis jiwa : dementia (pikun patologis),skizofrenia dan variannya (istilah kasarnya = orang gila), depresi, manik, narkoba dan alkoholisme, kecemasan, anorexia nervosa – bulimia, autisme, gangguan kepribadian,penyimpangan seksual dll. Jadi ilmu kejiwaan itu meliputi hal-hal yang umum di masyarakat seperti permasalahan bunuh diri, hobi melakukan tindak kriminal, masalah stress berat karena ditinggal pacar atau karena kematian orang disayang, permasalahan anak yang hiperaktif dan tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah, homoseksual, hobi mengintip pakaian dalam wanita atau menunjukkan aurat di depan umum, kecenderungan wanita yang sering memuntahkan makanan yang dimakannya, cuci otak kaum teroris, kekerasan dalam rumah tangga dan masih banyak lagi. Ilmu kejiwaan mempelajari banyak fenomena sosial dan cara-cara penangannya baik dengan terapi obat-obatan maupun konseling.

Konsep penyebab gangguan jiwa yang popular adalah kombinasi bio-psiko-sosial. Gangguan jiwa disebabkan karena gangguan fungsi komunikasi sel-sel saraf di otak, dapat berupa kekurangan maupun kelebihan neurotransmitter atau substansi tertentu. Pada sebagian kasus gangguan jiwa terdapat kerusakan organik yang nyata padas struktur otak misalnya pada demensia. Jadi tidak benar bila dikatakan semua orang yang menderita gangguan jiwa berarti ada sesuatu yang rusak di otaknya. Pada kebanyakan kasus malah faktor perkembangang psikologis dan social memegang peranan yang lebih krusial. Misalnya mereka yang gemar melakukan tindak criminal dan membunuh ternyata setelah diselidiki disebabkan karena masa perkembangan mereka sejak kecil sudah dihiasi kekerasan dalam rumah tangga yang ditunjukkan oleh bapaknya yang berprofesi dalam militer. Jadi ilmu jiwa justru merupak satu-satunya ilmu yang mengenali penyakit medis secara komplet, yaitu dari segi fisik, pola hidup dan juga riwayat perkembangan psikologis atau kejiawaan seseorang. Oleh karena itu pengobatan ilmu kejiwaan juga bersifat menyeluruh, tidak sekedar obat minum saja, tetapi meliputi terapi psikologis, terapi perilaku dan terapi kognitif/konsep berpikir. Konsep yang perlu kita pahami adalah ada 3 mekanisme pertahanan utama jiwa kita untuk menolak terjadinya gangguan jiwa di tengah terpaan badai kehidupan sebagaimanapun. Ketiga benteng jiwa yang sehat itu adalah personality yang tangguh, persepsi yang positif (positif thinking) dan kemampuan adaptasi. Kepribadian yang tangguh adalah hasil pembelajaran selama proses perkembangan sejak kecil, dan tentunya hal ini didapatkan dengan banyaknya asupan nilai-nilai yang ditanamkan di keluarga dan disekolah serta didapatkan dari banyaknya pengalaman langsung. Nilai-nilai hanya dapat berfungsi jika diterapkan langsung dalam keadaan nyata yaitu dengan banyak bergaul baik dengan lingkungan benar maupun salah. Apabila kita berani SAY YES di lingkungan yang benar dan SAY NO saat di lingkungan salah, lama kelamaan kepribadian kita akan tangguh. Mengurung anak dengan tujuan menghindarinya dari perkenalan dengan narkoba tidak menjamin bahwa kemudian ia tidak terjebak narkoba, yang benar adalah menanamkan nilai-nilai yang tangguh kepada si anak serta membiarkannya mengenal narkoba. Kepribadiannya yang tangguh itu sendiri yang akan membuatnya berani menolak narkoba seumur hidupnya. (TA UGM : http://faperta.ugm.ac.id).

Persepsi juga perlu sebagai benteng kejiwaan. Seseorang yang selalu memandang peristiwa yang menimpanya dengan positif dan memandang hari depannya dengan optimis maka ia memiliki jiwa yang sehat. Persepsi positif diperlukan terutama menghadapi kegagalan-demi kegagalan dalam hidup sehingga tidak membuat diri menjadi frustasi berlebih maupun menyalahi diri sendiri bahkan bunuh diri. Informasi yang tidak kalah penting adalah kemampuan adaptasi karena segala sesuatu dalam hidup ini potensial untuk berubah. Adaptasi akan membuat jiwa kita meliuk-liuk dalam kehidupan seperti air yang mengalir. Dengan demikian kita dapat selalu menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. (Aklinis : http://www.gizi.net.com).

Solusi mengenai penanganan pasien dengan masalah gangguan jiwa yang kita tahu selama ini adalah dengan melalui tindakan medis ala RSJ. Sebenarnya, tindakan medis ala RSJ kurang begitu memberikan hasil yang optimal untuk menjadi pilihan jalur pengobatan bagi masalah gangguan jiwa, yang terpenting adalah pendekatan dari para tim kesehatan dalam membantu mempebaiki pola kesehatan jiwa dan yang terpenting adalah dorongan dari orang terdekat pasien yang harus senantiasa member dukungan moral dan emosional demi kemajuan kesehatan pasien. Persepsi masyarakat yang salah adalah selama ini apabila mereka menemukan anggota masyarakat yang mengalami gangguan atau masalah kejiwaan maka alternatife yang tepat adalah memasukkan atau menempatkan orang tersebut di Rumah Sakit Jiwa. Menurut penelitian, ternyata keputusan untuk menempatkan pasien tersebut tidak sepenuhnya benar, karena yang dibutuhkan oleh pasien dengan gangguan jiwa adalah motivasi dari orang terdekat untuk dapat menyelesaikan masalah-masalahnya yang membuat Ia merasa tertekan.

Selain itu, baru-baru ini ditemukan sebuah metode terapi penanggulangan gangguan jiwa. Sebuah model terapi alamiah yang mengandalkan pada usaha untuk menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki si penderita. Terapi self healing (penyembuhan diri sendiri) ini menggabungkan antara terapi fisik, mental, sosial dan spiritual sekaligus. Namun metode terapi yang aku rancang ini masih sangat sederhana. , Terapi ini bersifat relative, sama seperti sifat obat medis lainnya, artinya jenis terapi ini belum tentu cocok untuk semua penderita gangguan jiwa dan tidak mungkin bisa menyelesaikan problem-problem kejiwaan semua orang yang sangat kompleks dan beragam, bahkan sangat spesifik, sesuai karakter masing-masing penderita. Jenis terapi gangguan jiwa yang dikenal dengan “Terapi Inner Self” disingkat “TIS” merupakan salah satu jenis terapi pengobatan gangguan jiwa tanpa obat. TIS disebut senbagai terapi tanpa obat dengan alasan pertama, obat-obatan untuk penderita kelainan mental, saat ini masih relatif langka dan tidak mudah diperoleh. Kalaupun ada (yang relatif murah), kualitasnya belum bisa dipertanggung jawabkan. Harganya lumayan mahal untuk ukuran masyarakat kelas bawah. Selain itu, obatnya pun tidak bisa diperoleh sembarangan, harus dengan petunjuk psikolog atau psikiater. Tidak seperti obat penyakit fisik yang bisa diperoleh dengan mudah di mana saja. Obat untuk penyakit fisik, dengan atau tanpa resep dokter bisa dibeli di apotik, toko obat, kios bahkan di warung-warung kaki lima dan warung di pelosok-pelosok perkampungan. Bermacam jenis obat telah tersedia untuk hampir semua jenis dan level penyakit, dari penyakit yang tergolong ringan sampai yang sangat berat. Dengan harga yang relatif murah dan terjangkau oleh semua kalangan, termasuk kalangan masyarakat kurang mampu sekalipun. Kedua, pengalaman beberapa orang teman yang menderita depresi atau manic depressive, yang menjalani terapi dengan menggunakan obat-obatan, selalu ada efek sampingnya. Salah satu diantara efek negatifnya adalah kecanduan. Si penderita sulit melepaskan diri dari pemakaian obat-obatan. Bahkan sebaliknya, dosisnya cenderung semakin tinggi, karena makin lama menggunakan obat, tubuh semakin kebal dan obat tidak mempan lagi. Beberapa penderita memang bisa mengurangi dosis pemakaian obat-obatan secara bertahap, namun prosesnya cukup panjang dan memakan waktu lama. Singkatnya, tidak mudah bagi seorang penderita gangguan jiwa untuk melepaskan diri dari penggunaan obat-obatan. (Tarjum : http://curhatkita.blogspot.com).

Berdasarkan penjelasan mengenai persepsi masyarakat awam mengenai gangguan jiwa, faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa dan alternatife solusi untuk membantu menangani pasien dengan masalah gangguan jiwa, maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang dimaksut dengan gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), disabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatnya resiko kematian, kesakitan, dan disabilitas.masyarakat awam cenderung salah mempersepsikan gangguan jiwa sama dengan “gila”, padahal belum tentu orang yangmengalami gangguan jiwa bisa disebut gila. Faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa bersifat relative menurut pribadi masing-masing individu, namun secara umum faktor ekonomi, stress pekerjaan, tekanan mental dan tidak mampunya individu tersebut beradaptasi dengan lingkungan baru menjadi faktor umum terjadinya gangguan jiwa. Solusi penanganan gangguan jiwa selain pengobatan medis ala RSJ, juga telah ada bentuk terapi sebagai solusi sederhana penanganan gangguan jiwa tanpa obat. Terapi ini dikenal dengan metode “Terapi Inner Self” disingkat “TIS”.

Daftar Pustaka

Abidin, “Kesehatan dan Gangguan Jiwa”, http://abidinblog.blogspot.com/2008/11/kesehatan-dan-gangguan-jiwa.html, (07 November 2008).

Aklinis, “Gangguan Jiwa Belum Dapat Penanganan Serius” http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1151979419,73027, (04 Juli 2006).

Tim Artikel UGM, “Kesehatan Jiwa”, http://faperta.ugm.ac.id/articles/kesehatan_jiwa.pdf,

(28 Februari 2009).
Tarjum, “Terapi Alamiah Penanggulangan Manic Depressive/Gangguan Bipolar (1)”, http://curhatkita.blogspot.com/2008/12/terapi-alamiah-penanggulangan-manic.html, (03 Desember 2008).

Senin, 26 April 2010

SELF CONCEPT & SELF CONTROL

SELF CONCEPT & CONTROL
PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi, perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat, ternyata melahirkan berbagai macam penyakit dan penderitaan. Namun pada saat itu, setiap orang mulai menyadari betapa pentingnya hidup sehat. Inilah yang mengilhami masyarakat dunia, baik individual maupun lembaga-lembaga internasional memasyarakatkan konsep health for all (sehat untuk semua) melalui motto back to nature (kembali ke alam).
Hidup sehat sepanjang hayat adalah dambaan setiap orang, namun di sisi lain setiap orang tidak bisa menghindari sakit. Sehat dan sakit adalah dua bagian kehidupan manusia yang saling bertentangan serta tidak bisa kita hindari, karena keduanya memang merupakan bagian dari sunnatullah yang menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Sebagaimana Allah menyatakan, "Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu menyadari kebesaran Allah (Alquran Surah Al-Dzariyat ayat 49).
PEMBAHASAN
A. SELF CONCEPT
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri juga di artikan sebagai kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan diri dan yang membedakan bukan dari diri.
Sehat (Arab" Al-shihah), dalam Islam bukan hanya merupakan sesuatu yang berhubungan dengan masalah phisik (jasmani), melainkan juga menyangkut masalah psikis (jiwa). Karena itulah mengapa Islam memperkenalkan konsepsi al-Shihhah wa al-afiyat (lazim diucapkan sehat wal'afiat). Maksud dari konsep itu yakni suatu kondisi sehat di mana seseorang mengalami kesehatan yang paripurna, jasmani, dan rohani atau fisik dan psikis. Jika makna sehat seluruhnya berhubungan dengan masalah fisik-ragawi, maka makna al-afiat ialah segala bentuk perlindungan Allah SWT untuk hamba-Nya dari segala macam tipu daya. Atau, me istilah Quraish Shihab (1996: 182) ialah berfungsi bagi seluruh anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan pencipta-Nya.
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana cara menerapkan pola hidup sehat itu di dalam kehidupan kita masing-masing, berikut ini dapat kita ikuti beberapa terapi yang diajarkan oleh Islam kepada umat manusia:
1. Pertama, senantiasa memelihara kebersihan dzahir dan bathin. Kebersihan adalah pangkal kesehatan, Nabi Muhammad saw. pernah bersabda: Al-nadhafatu min al-iman (kebersihan itu sebagian dari iman). Yang paling esensial dari kebersihan diri itu adalah kebersihan hati, jiwa (qalb), dan pikiran (aql). Dalam ber¬bagai kenyataan, kita sering menemukan ada saja di antara orang yang mudah berburuk sangka (su'udzan) atau suka curiga kepada orang lain. Bahkan ada yang sampai berburuk sangka kepada Allah, Na'udzu bi Allah min dzalik.
2. Ke-dua, hendaknya kita mencari nafkah yang halal dan thayyib, kemudian mengonsumsinya pula secara yang halal dan baik. Nafkah yang halal bukanlah sesuatu yang semata-mata berhubungan dengan hasil jerih payah pekerjaan seseorang, melainkan juga berhubungan dari mana sumber dan dari mana kita memperolehnya. Sebab dalam banyak kenyataan, seringkali ada di antara kita berpikir "yang penting uang” tidak terpikirkan bagaimana dan apa akibat spiritualnya pernyataan seperti itu.
Mengenai petunjuk kehalalan dan kebaikan sesuatu yang hendak kita konsumsi itu, antara lain Allah mengisyaratkan bahwa: Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa saja yang terdapat di bumi, dan janganlah kita mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu (Alquran surah Al-Baqarah ayat 68). Sebagai contoh, daging yang baik untuk dikonsumsi antara lain dilihat dan ditentukan pula dari bagaimana proses penyembelihannya, apakah sesuai dengan ajaran Allah atau tidak (Alquran Surah Al-Maidah ayat 5).
3. memohon perlindungan dan kesehatan kepada Allah atas apa yang kita konsumsi. Setiap kali memulai kegiatan makan atau minum secara proporsional "makan dan minumlah, dan janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan", demikian peringatan dari Allah swt. Kemudian, dahuluilah dengan permohonan kepada Allah, semoga apa yang hendak kita konsumsi itu, dijauhkan dari berbagai macam penyakit melainkan sebaliknya akan mendatangkan kesegaran dan kebugaran tubuh. Sebab pada dasarnya makan serta minum itu, bertujuan untuk menyehatkan tubuh dan mengganti sel-sel yang diperlukan oleh setiap organ tubuh.
4. memelihara keteraturan hidup. Seringkali ada orang yang mudah terkena penyakit, karena penyebabnya ia tidak memiliki disiplin diri terhadap makan, tidur, istirahat, bekerja dan berolahraga. Umumnya masyarakat kita masih lebih mengutamakan tampilan lahiriah daripada pemenuhan gizi makanan dan kalau sudah sibuk bekerja sampai lupa jadwal makan. Akibatnya lambung dan usus terganggu, maag, kekurangan gizi, dan sebagainya. Nanti memeriksakan kesehatannya pada waktu sakit. Padahal Islam menerapkan suatu perinsip al-wiqayat khayr mi al-ilaj (pencegahan lebih baik dari mengobati).
5. perbanyak mengonsumsi buah-buahan, sayuran yang segar, serta sering meminum madu. Buah-buahan sering diibaratkan Allah SWT dengan "makanan surga". Mengapa? Dalam ayat ditemukan misalnya Allah menyatakan, "Dan Kami jadikan kepadanya kebun-kebun kurma dan anggur dan pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur (Alquran Surah Yaasin ayat 1-3).
Bahkan di dalam Alquran surah Al-Duhhan/44:55, Allah ta'ala berfirman, "Di dalamnya mereka meminta segala macam buah-buahan dengan aman (dari segala kekhawatiran)

Menurut Brian Tracy, self-concept memiliki tiga bagian utama yaitu
1. Self-Ideal (Diri Ideal).
2. Self-Image (Citra Diri), dan.
3. Self-Esteem (Jati Diri).

Ketiga elemen tersebut merupakan satu kesatuan yang membentuk kepribadian Anda, menentukan apa yang biasa Anda pikir, rasakan, dan lakukan, serta akan menentukan segala sesuatu yang terjadi kepada diri Anda.
(Diri Ideal).
Diri Ideal adalah komponen pertama terdiri dari :
harapan, impian, visi, idaman.
Self-ideal terbentuk dari kebaikan, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang paling Anda kagumi dari diri Anda maupun dari orang lain yang Anda hormati. Self-ideal adalah sosok seperti apa yang paling Anda inginkan untuk bisa menjadi diri Anda, di segala bidang kehidupan Anda. Bentuk ideal ini akan menuntun Anda dalam membentuk perilaku Anda.
(Citra Diri).
Bagian kedua self-concept Anda adalah self-image. Bagian ini menunjukkan bagaimana Anda membayangkan diri Anda sendiri, dan menentukan bagaimana Anda akan bertingkah laku dalam satu situasi tertentu. Karena kekuatan citra diri
(Jati Diri).
jati diri adalah seberapa besar Anda menyukai diri Anda sendiri. Semakin Anda menyukai diri Anda, semakin baik Anda akan bertindak dalam bidang apa pun yang Anda tekuni. Dan, semakin baik performansi Anda, Anda akan semakin menyukai diri Anda. Bagian ini adalah komponen emosional dalam kepribadian Anda. Komponen-komponen pentingnya bagaimana Anda berpikir, bagaimana Anda merasa, bagaimana Anda bertingkah laku.
B Kontrol Diri ( SELF CONTROL )
1. Pengertian kontrol diri.
kontrol diri adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam satu perilaku dan keinginan, adalah kemampuan manajemen yang efisien untuk masa depan.. Dalam Psikologi kadang-kadang disebut self-regulasi, dan mengerahkan kontrol diri melalui fungsi eksekutif dalam pembuatan keputusan diperkirakan menghabiskan sumber daya dalam ego . Kontrol diri merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan
digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam
menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli
berpendapat bahwa selain dapat mereduksi efek-efek psikologis yang negatif dari
stressor-stessor lingkungan, kontrol diri juga dapat digunakan sebagai suatu
intervensi yang bersifat pencegahan (Gustinawati, 1990).
Pengontrolan diri
Pengontrolan diri dengan moral. Seperti : Tak membunuh makhluk hidup, Tak mencuri, Tak berzina, Tak menipu, Tak minum minuman keras.
2. Pengontrolan diri dengan perhatian.
3. Pengontrolan diri dengan pengetahuan langsung
merenungkan hakekat dari empat kebutuhan-kebutuhan hidup. (pakaian, makanan, tempat tinggal, obat-obatan) dan tujuan sesungguhnya dalam menggunakanya tidak terseret oleh keinginan serakah. Menggunakan atau menempatkan pandangan terang yang telah dicapai sewaktu berhubungan dengan orang-orang atau sewaktu menghadapi persoalan adalah arti dari bentuk pengendalian diri ini juga.

4. Pengontrolan diri dengan sabar
a. sabar fisik, Yang dimaksud sabar fisik adalah suatu sikap tenang dan wajar tidak mudah merengek-rengek atau berteriak-teriak dan marah-marah bila kita sedang lapar, haus, kepanasan, kedinginan dan kecapaian. b. sabar mental. Hal ini, merupakan tahapan yang lebih tinggi dari sabar fisik. Jika seseorang telah memiliki sabar mental, ia tidak akan mudah tergoyah dan akan selalu waspada bila ada fitnahan, caci maki dan hinaan, tidak akan mudah marah dan kesal karena perbedaan paham. Tidak akan mudah tersinggung dan mendendam bila ditunjukkan kesalahannya.
5. Pengontrolan diri dengan energy
a. Berusaha menghindari kejahatan.
b. Berusaha mengatasi kejahatan

2. Jenis dan aspek-aspek kontrol diri
terdapat 3 jenis kemampuan mengontrol
a. Behavioral control
Merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung
mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu
mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi
stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan
merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan
situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Individu yang
kemampuan mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan
menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan
menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan
kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak
dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah
atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian
stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya
berakhir, dan membatasi intensitasnya.
b. Cognitive control
Merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak
diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu
kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk
mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh
informasi dan melakukan penilaian .Dengan
informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan
berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai
dan dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan
segi-segi positif secara subjektif.
c. Decisional control
Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan
berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam
menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan,
kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai
kemungkinan tindakan.
Dari uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol diri
digunakan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Kemampuan mengontrol perilaku
b. Kemampuan mengontrol stimulus
c. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian
d. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian
e. Kemampuan mengambil keputusan
Alasan penggunaan konsep dari Averill dalam mengukur tingkat kontrol diri
yang dimiliki oleh individu yaitu dapat diketahui mengenai jenis kontrol diri yang
digunakan oleh individu lebih jelas dan lebih rinci.Hal ini disebabkan pada konsep ini dapat diketahui mengenai aspek-aspek yang digunakan oleh individu dalam
melakukan proses pengontrolan diri.

Rabu, 14 April 2010

PSIKOSA FUNGSIONAL

PSIKOSA FUNGSIONAL
Definisi
Suatu gangguan Jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reaIity) terhadap gangguan pada hidup perasaan (afek dan emosi), proses berpikir, psikomotorik. Dan kemauan. Gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab oranganik atau fungsional / emosional. dan menunjukkan gangguan kemampuan berpikir, bereaksi secara emosional mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan, dan bertindak sesuai kenyataan.
Sindariom pola psikotik menurut Menninger
Perasaan sedih, bersalah, dan tidak mampu secara mendalam. Keadaan terangsang yang tidak menentu dan pembicaraan dan motorik yang berlebihan. Autisme, isi pikiran yang berwaham, acuh tak acuh terhadap harapan sosial. Preokupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecenderungan membela diri atau rasa kebesaran. Keadaan bingung dengan disorientasi dan halusinasi
Skizofrenia
Bx psikosa yang paling sering dijumpai Etiologi, Keturunan, Metabolisme, Endokrin, SSP. Adolf Meyer : Pemeriksaan yang salah / maladaptasi a disoranganisasi kepribadian a menjauhkan diri dari kenyataan / otisme à pemeriksaan skizofrenik
- Sigmund Freud
- Kelemahan ego yang dapat timbul karena penyebab psikogenik atau somatik
- Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan id berkuasa à regresi ke fase narsisme
- Eugen Bleuler Terjadi disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan.
Gejala primer : Gangguan proses pikiran, emosi, kemauan, Otisme.
Gejala sekunder : Waham, halusinasi, gejala katatonik atau gangguan psikomotorik Iain
Skizofrenia adalah sebuah sindariom yang disebabkan oleh keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi. tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, aterosklerosa
Gejala-gejala primer
1. Gangguan proses pikir (bx, langkah. dun isi pikiran)
Asosiasi longgar. Anti simbolik. Inkoherensi. Blocking. Perseverasi / stereotipi pikiran. Flight of idea.
2. Gangguan afek dan emosi
Emotional blunting. Parathimi. Paramimi. Emosi dan afek serta ekspresi tidak mempunyai satu kesatuan. Ambivalensi pada afek.
3. Gangguan kemauan
Lemah kemauan, tidak dapat mengambil keputusan. Negativisme. Ambivalensi kemauan. Otomatisme : Pada merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain
4. Gejala psikomotor
Katatonik – Katalepsi. Stupor - Fleksibi!itas serea. Mutisme - Command automatism. Logorea - Ekholalia dan ekhopraxia
Gejala-gejala sekunder
1. Waham : Keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan inteligensi dan latar belakang budaya.
Waham primer : Tidak logis dan patognomonik
Waharn sekunder : Waham kebesaran, waham kejaran, sindiran, dosa dan lain-lain
2. Halusinasi : Pencerapan tanpa ada rangsang apapun pada panca indaria, terjadi secara sadar. Akustik, olfaktorik, gustatorik, dan taktil.
Terjadi depersonalisasi : Perasaan mengidentifikasi dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak ada lagi. Otisme : Perasaan kehilangan hubungan dengan dunia luar, seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri
Pembagian
1. Skizofrenia simplex
- Kedangka!an emosi dan kemunduran kemauan. Timbul perlahan-lahan. Mulai menarik diri dari pergaulan à makin mundur dalam pekerjaan à pengangguran
2. Skizofrenia hebefrenik
Permulaan perlahan-lahan. Timbul pada masa remaja atau antara 15 - 25 th. Gangguan proses pikir, gangguan kemauan. Neologisme, perilaku kekanak-kanakan. Waham dan halusinasi banyak sekali
3. Jenis katatonik
Stupor katatonik : Perasaan tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkunganungan. Emosinya sgt dangkal. Gejala-gejala :
Mutisme. Muka tanpa mimic. Stupor. Negativisme. Gaduh gelisah katatonik. Hiperaktivitas motorik. Perasaan terus berbicara atau bergerak. Stereotipi dan neologisme. Berulang-ulang minta dipulangkan dari Rumah Sakit.
4. Jenis paranoid
- Konstan. Waham primer disertai waham sekunder dan halusinasi. Gangguan proses pikir. afek, dan emosi. Sesudah umur 30 th. Kepribadian skizoid : Mudah tersinggung, menyendiri, sulit percaya pada orang lain
5. Episode skizofrenia akut
Gejala timbul mendadak. Timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya berubah. Prognosa baik.
6. Skizofrenia residual
Skizofrenia dengan gejala-gejala primer tetapi tidak jelas gejala-gejala sekunder. Timbul setelah beberapa kali serangan skizofrenia.
7. Skizo-afektif
Gejala-gejala skizofrenia, bersamaan dengan gejala-gejala depresi atau mania. Cenderung sembuh. tetapi rnungkin juga timbul serangan lagi.
Kurt Scheider menyusun 11 gejala ranking pertama.
Diagnosa boleh dibuat apabila tdp 1 gejala dari kelompok A dan 1 gejala dari kelompok B dan kesadaran tidak boleh menurun.
A. Halusinasi pendengaran
- Pikirannya dapat didengar sendiri. Suara-suara yang sedang bertengkar. Suara-suara yang mengomentari perilaku perasaan.
B. Gangguan batas ego
- Tubuh dan gerakan-gerakan perasaan dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar. Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikirannya itu dimasukkan ke dalam oleh orang lain. Pikirannya diketahui oleh orang lain atau disiarkan keluar secara umum. Perasaannya dibuat oleh orang lain. Kemauan atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain. Dorongannya dikuasai oleh orang lain. Persepsi dipengaruhi oleh waham
Prognosa
- Kepribadian prepsikotik : Bila skizoid dan hubungan antar manusia kurang memuaskan a jelek
- Bila timbul secara akut à lebih baik
- Katatonik > paranoid > hebefrenik dan simplex
- Makin muda umur à makin jelek
- Makin cepat diberi pengobatan à makin baik
- Faktor keturunan à bila terdapat seorang atau lebih yang menderita skizofrenia à buruk
Pengobatan
- Farmakoterapi : Neroleptika
- Terapi elektrokonvulsi
Terapi koma insulin
- Psikoterapi dan rehabilitasi

Minggu, 11 April 2010

MODEL PSIKOANALISIS, KONSEP DASAR, PROSEDUR DAN TEKNIK KONSELING

MODEL PSIKOANALISIS, KONSEP DASAR, PROSEDUR, DAN TEKNIK KONSELING

A. Konsep Dasar

1. Hakikat manusia
Freud berpendapat bahwa manusia berdasar pada sifat-sifat
• Anti rasionalisme
Rene Descartes adalah tokoh yang pertama kali meletakkan dasar teori rasional dalam wacana filsafat Modern, terutama pada kesadaran budi (akal/rasio) sebagai upaya pencapaian kebenaran (antoposentris). Menurutnya, rasio menjadi sumber dan pangkal segala pengertian, sedangkan budi memegang pimpinan dalam segala pengertian. Yang termasuk ke dalam hakikat manusia antara lain :
 Pandangan tentang manusia
• Manusia cenderung pesimistik, deterministik, mekanistik dan reduksionistik.
• Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatn irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah oleh peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi pada masa lalu dari kehidupannya.
• Tingkah laku manusia
- ditujukan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan insting-instingnya,
- dikendalikan oleh pengalaman-pengalaman masa lampau dan ditentutkan oleh faktor-faltor interpersonal dan intrapsikis.
 Pandangan tentang Kepribadian
 Tingkatan Kesadaran.
- tingkatan yang memiliki fungsi mengingat, menyadari, dan merasakan sesuatu secara sadar.
- Kesadaran ini memiliki ruang yang terbatas dan tampak pada saat individu menyadari berbagai stumulus yang ada disekitarnya.
- Tingkatan kesadaran yang menyimpoan ide, ingatan, dan perasaan yang berfungsi mengantarkan ke tingkat kesadaran.
- Bukan merupakan bagian dari tingkat kesadaran, tetapi merupakan tingkatan lain yang biasanya membutuhkan waktu beberapa saat untuk menyedari sesuatu.
 Ketidaksadaran.
- Tingkatan dunia kesadaran yang terbesar dan sebagai bagian terpenting dari struktur psikis, karena segenap pikiran dan perasaan yang dialami sepanjang hidupnya yang tidak dapat disadari lagi akan tersimpan di dalam ketidaksadaran.
- Tingkah laku manusia sebagian besar didorong oleh perasaan dan pikiran yang tersimpan di tingkat ketidaksadaran ini.
 Struktur Kepribadian.
Kepribadian manusia terdiri atas tiga sub sistem, yaitu id, ego dan super ego.
a. Id adalah sistem dasar kepribadian yang merupakan sumber dari dari pada segala dorongan instinktif, khususnya seks dan agresi.
b. Ego merupakan aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan dengan dunia realita.
c. Super Ego merupakan sub sistem yang berfungsi sebagai kontrol internal, yang terdiri dari kata hati (apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan) dan Ego-ideal (apa yang seharusnya saya menjadi).
 Dinamika Kepribadian.
Psikoanalisis memandang bahwa organisme manusia sebagai sistem energi yang kompleks.
1. Energi beresal dari makanan (energi fisik) yang dapat berubah menjadi energi psikis.
2. Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu didistribusikan dan digunakan oleh id, ego, dan super ego.
 Perkembangan Kepribadian.
a. Kepribadian individu mulai terbentuk pada tahuan-tahun pertama di masa kanak-kanak.
b. Pada umur 5 tahun struktur dasar kepribadian individu telah terbentuk, pada tahun-tahun berikutnya hanya menghaluskan struktur dasar tersebut.
c. Perkembangan kepribadian berkenaan dengan bagaimana individu belajar dengan cara-cara baru dalam mereduksi ketegangan atau kecemasan dialami dalam kehidupannya.
d. Ketegangan atau kecemasan tersebut bersumber pada empat unsur, yaitu (1) proses pertumbuhan fisiologis, (2) frustasi, (3) konflik, dan (4) ancaman.
B. Prosedur dan Teknik Konseling.
1. Asosiasi bebas.
Yaitu mengupayakan klien untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Klien diminta mengutarakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Tujuan teknik ini adalah agar klien mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lalu. Hal ini disebut juga katarsis.
2. Analisis mimpi.
Klien diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian dalam mimpinya dan konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan. Proses terjadinya mimpi adalah karena pada waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesak pun muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini ditafsirkan sebagai jalan raya mengekspresikan keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari.
3. Interpretasi, yaitu mengungkap apa yang terkandung di balik apa yang dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Konselor menetapkan, menjelaskan dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resitensi dan transferensi.
4. Analisis resistensi; resistensi berati penolakan, analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya penolakannya (resistensi). Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi
5. Analisis transferensi. Transferensi adalah mengalihkan, bisa berupa perasaan dan harapan masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan untuk menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan ke konselor. Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor. Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar bisa terungkap tranferensi tersebut.

Reference
• http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-behavioral/.
• http://bintangnyabintang.blogspot.com/2009/11/pendekatan-konseling-psikoanalisis.html.
• http://www.dunia-bk.co.cc/konseling-psikoanalisis/.

Rabu, 07 April 2010

MODEL PENYESUAIAN TIDAK NORMAL

MODEL PENYESUAIAN TIDAK NORMAL
A. PENGERTIAN
1. PENYESUAIAN TIDAK NORMAL
Maladaptif (Gangguan Penyesuaian), merupakan gangguan psikologis dan termasuk kelompok gangguan stres yang paling ringan. Gangguan Penyesuaian ditandai dengan adanya tanda-tanda distres emosional yang lebih dari biasa. Reaksi maladaptif ini terlihat dari adanya tanda-tanda distres emosional yang lebih dari biasa dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau akademis, atau adanya kondisi distres emosional yang melebihi batas normal. Diagnosis gangguan penyesuaian bisa ditegakkan bila reaksi terhadap stres tersebut tidak memenuhi kriteria diagnostik sindrom klinis yang lain seperti gangguan kecemasan.
Menggolongkan ”gangguan penyesuaian” sebagai sebuah gangguan mental yang memunculkan beberapa kesulitan, karena tidak mudah mendefinisikan apa yang normal dan tidak normal dalam konsep gangguan penyesuaian. Bila ada krisis dalam pekerjaan, saat dituduh melakukan kejahatan, mengalami kebanjiran, gempa atau badai, bisa dimengerti bila kita mengalami kecemasan atau depresi. Sebaliknya, justru apabila kita tidak bereaksi akan mengalami ”maladaptif”.
Penyesuaian diri (adjustment) merupakan variasi dalam kegiatan individu untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan. Pengertian ini menyatakan adanya situasi pemecahan masalah pada diri seseorang merasakan adanya kebutuhan yang tidak dapat dipuaskan dengan cara-cara biasa. Dalam situasi demikian tingkah laku diubah-ubah, sampai ditemukan reaksi yang bisa memberikan kepuasan. Sebaliknya rekasi jawaban sedemikian menjadi cara kebiasaan dalam mereaksi. Pengertian lainnya penyesuaian diri (accommodation dan conformity) yaitu menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial.
Istilah adjustment, accommodation dan conformity sering digunakan pada makna yang sama (penyesuaian diri). Namun perbedaannya adjustment secara tidak langsung menyatakan adanya peranan yang lebih aktif pada diri individu. Sedangkan accommodation dan conformity lebih bersifat pasif, dan secara tidak langsung menyatakan suatu “penyerahan, atau rasa mengalah” untuk bisa mencapai keserasian atau keharmonisan.
Untuk dapat menyesuaikan diri, seseorang harus lebih dahulu (1) mengenal dan menerima diri, baik secara positif dan negatif, dan bertindak sesuai dengan kemampuan dan kekurangan diri; (2) mengenal orang lain secara objektif; (3) mengenal lingkungan secara positif. Dari ketiga faktor ini seseorang dapat menguasai segala faktor dalam hidupnya, sehingga ia dapat menghindarkan tekanan-tekanan perasaan atau hal-hal yang membawa kepada frustrasi. Gangguan jiwa (neurose) dan penyakit jiwa (psychose) adalah akibat dari tidak mampunya seseorang menghadapi kesukaran-kesukarannya dengan wajar, atau tidak sanggup ia menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya.

2. MODEL-MODEL PENYESUAIAN TIDAK NORMAL
Yang termasuk kedalam model penyesuaian tidak normal adalah :
a. Anxiety (Kecemasan)
Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustrasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan itu mempunyai segi yang disadari seprti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa/bersalah, terancam dan lainnya. Juga ada segi-segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan tersebut.
Kecemasan ada beberapa macam yaitu; (1) Cemas yang timbul karena akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancam; (2) Cemas yang berupa penyakit, seperti yang tidak jelas sebabnya dan itu mempengaruhi keseluruhan pribadi, dan juga cemas dalam bentuk takut pada benda atau hal-hal tertentu; (3) Cemas karena perasaan bersalah/dosa karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani.
b. Frustrasi (Tekanan perasan)
Frustrasi merupakan suatu rintangan atau penggagalan tingkah laku untuk mencapai sasaran. Atau suatu keadaan ketegangan yang tidak menyenangkan, dipenuhi kecemasan, yang semakin meninggi disebabkan oleh perintangan atau penghambatan. Dengan kata lain frustrasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya.
c. Konflik (Pertentangan batin)
Konflik jiwa atau pertentangan batin, adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang berlawanan atau yang bertentangan satu sama lain, dan tidak mudah dipenuhi dalam waktu yang sama.
Beberapa macam konflik; (1) Pertentangan antara dua hal yang sama-sama diingini, tetepi tidak mudah diambil keduanya; (2) Pertentangan antara dua hal yang pertama diingini dan sedangkan yang kedua tidak diingini. Dari satu segi ingin mencapainya dan dari segi lain ingin menghindarinya; (3) Pertentangan antara dua hal yang tidak diingini.